09 Maret 2008

Hari Perempuan Sedunia Diperingati di Bundaran HI

Sumber: Liputan 6 SCTV

Liputan6.com, Jakarta: Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada hari ini juga diperingati di Indonesia. Ratusan kaum hawa berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia, Sabtu (8/3) siang. Mereka tergabung dalam Suara Hati Ibu dan Aliansi Perempuan Menggugat berunjuk rasa mengusung tema "Hentikan Konsumsi Berlebihan dan Mulailah Hidup Hemat". Aktivis wanita Karlina Leksono terlihat hadir di antara sekitar 500 pengunjuk rasa.

Dalam aksi damai itu, berbagai poster antara lain bertuliskan "Perempuan Menolak Kenaikan Harga" dan "Tolak RUU PPHI [Rancangan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial] dan Ketenagakerjaan" dibawa beramai-ramai. Demonstran berharap Hari Perempuan Sedunia tahun ini menjadi tonggak awal gerakan pembebasan bangsa dari jeratan kebiasaan konsumsi tinggi. Sebagian di antara para pengunjuk rasa bahkan membawa serta anak-anak mereka sebagai simbol penanggung utang negara. Rencananya, mereka akan melakukan long march sampai ke Istana Negara melewati Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kantor Dana Moneter Internasional.

Meski tak ada tanggal pasti, gerakan Hari Perempuan Sedunia lahir ketika zaman yang penuh bergelora dengan krisis dan pergolakan sosial yang besar (sekitar 1910-an). Pada waktu itu, kaum wanita mulai diperbolehkan bekerja asal sesuai gender. Mayoritas perempuan akhirnya hanya bisa mencari uang di industri tekstil atau kilang minyak. Kondisi amat tertindas dengan gaji yang minim mendorong sebagian buruh menggalang kekuatan membentuk organisasi pekerja perempuan. Aroma pergerakan menyebar ke seluruh dunia, mulai dari Eropa, Inggris, Amerika Serikat sampai menyentuh segelintir warga Australia.

Di AS, aksi menggalang kekuatan Perempuan Sedunia diperingati pertama kali dan dihadiri sekitar 2.000 wanita di Manhattan, Ahad terakhir Februari 1908. Pengagasnya berasal dari kalangan kaum perempuan sosialis. Mereka pun berjuang menguatkan barisan dalam wadah Women`s Trade Union League (WTUL) sebagai perhimpunan kaum wanita pertama. Organisasi ini bekerja untuk menuntut hak kebajikan ekonomi dan politik.

Setahun kemudian, buruh wanita yang bekerja di pabrik tekstil menggelar mogok massal dan diikuti sekitar 30 ribu orang. Mereka ogah bekerja selama hampir 13 minggu sebelum tuntutan kenaikan gaji dan fasilitas yang lebih baik terpenuhi. WTUL kembali menyalurkan bantuan dengan mencari dana jaminan bagi pekerja yang ditahan saat mogok massal dan tabungan ala kadarnya.

Berbagai seminar dan dialog pun digelar WTUL, sejak 1910. Donaturnya tak lain kaum sosialis dan feminis di seluruh dunia. Pertemuan demi pertemuan dilakukan dengan tujuan mengusulkan Hari Perempuan dijadikan satu peristiwa internasional. Sejak tahun itu juga, budaya solidaritas mendunia terbentuk menjadi sebuah kesepahaman umum untuk kaum pekerja perempuan yang tertindas. Semangat ini tak pelak merebak jadi isu hangat.

Adalah Clara Zetkin, aktivis gerakan sosialis demokrasi yang tersentuh unjuk rasa massal. Perhatiannya yang penuh memberi gagasan bahwa perempuan harus memilih satu hari untuk membuat tuntutan mereka pada setiap tahun. Ide ini disampaikan dalam sebuah sidang yang dihadiri sekitar seribu perempuan dari 17 negara. Mereka kebanyakan tergabung dalam serikat kerja, partai sosialis, klab perempuan, dan wakil rakyat yang baru terpilih di Parlemen Finnish. Berpijak dari hasil sidang tersebut pembentukan Hari Perempuan Sedunia disetujui jatuh setiap 8 Maret. Keputusan ini dikukuhkan dalam sidang lanjutan di Kopenhagen, Denmark dan terus diperingati hingga kini.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)

Tidak ada komentar: